Moveon88 – Konser Oasis dalam tur Live ’25 (29/8/2025) berubah menjadi lebih dari sekadar pertunjukan musik ketika ribuan penonton di berbagai arena mengadopsi ritual Poznań, selebrasi legendaris yang lazimnya identik dengan pendukung Manchester City. Perpaduan tak terduga antara budaya stadion dan panggung rock ini menarik perhatian penggemar dan pengamat budaya populer, sekaligus mengingatkan bagaimana tradisi lokal dapat melintasi batas negara dan genre.
Poznań — sebuah gerakan kolektif di mana penonton membelakangi panggung atau lapangan, saling merangkul ke kiri dan kanan, lalu melompat secara serempak sehingga menciptakan gelombang visual — sejatinya lahir dari protes suporter Lech Poznań pada era 1960-an. Awalnya digunakan sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan manajemen klub, gerakan itu kemudian melunak menjadi suatu identitas fanatik yang khas dan mudah dikenali, lalu menyebar ke luar Polandia melalui kontak antar-klub dan momen pertandingan internasional.
Pemeran kunci dalam penyebaran Poznań ke Inggris adalah pertemuan Lech Poznań dengan Manchester City pada 2010 di kompetisi Eropa. Meskipun Lech kalah di lapangan, pendukung Polandia berhasil membuat atmosfer Stadion Etihad bergemuruh dengan ritual tersebut. Reaksi penonton City pada waktu itu, yang meniru gerakan tersebut sebagai ejekan, berubah menjadi sebuah adopsi yang tulus: seiring waktu Poznań menjadi bagian dari momen-momen megah klub — dari kemenangan penting hingga malam-malam puncak di kompetisi Eropa. Tren ini tak hanya berhenti di City; tim-tim seperti Arsenal, Athletic Bilbao, Valencia, dan Alavés turut terekam meniru selebrasi itu pada kesempatan berbeda.
Koneksi Oasis dengan Poznań bukan sekadar kebetulan. Liam dan Noel Gallagher adalah penggemar Manchester City yang membuka celah bagi ritual stadion masuk ke konser rock. Dalam beberapa konser awal tur Live ’25, Liam secara eksplisit meminta penonton melakukan Poznań pada saat lagu-lagu hit seperti Cigarettes & Alcohol, menghasilkan gambaran kebersamaan yang langka: ribuan orang, sebagian mengenakan kaus sepakbola, saling merangkul dan melompat selaras di bawah sorotan lampu panggung. Momen-momen itu direkam, dibagikan di media sosial, dan menjadi sumber pembicaraan di kalangan penggemar musik maupun sepakbola.
Penggabungan Poznań ke dalam konser Oasis juga menunjukkan dinamika budaya penggemar modern. Ritual yang bermula dari protes lokal berubah menjadi simbol lintas budaya karena faktor-faktor seperti globalisasi pertandingan, viralitas konten video, serta keterkaitan personal selebritas dengan komunitas tertentu. Di panggung, tindakan kolektif ini menambah dimensi performatif: bukan hanya band yang tampil, tetapi juga audiens yang aktif menciptakan pertunjukan visual dan emosionalnya sendiri.
Bagi sebagian penonton, Poznań di konser terasa sebagai pernyataan identitas — sebuah jembatan antara dua dunia hiburan yang selama ini berjalan paralel. Bagi Oasis, langkah itu menjadi cara untuk merayakan akar mereka sekaligus memberi panggung bagi komunitas penggemar yang lebih luas. Apa yang bermula sebagai ritual protes di sebuah kota Polandia kini hidup kembali di bawah teriakan sekaligus tepuk tangan penonton, membuktikan bahwa tradisi fanatik dapat bertransformasi menjadi bahasa bersama yang menghubungkan stadion dan panggung.
Tanpa Gol, Tiket Ganda: Palestina Puncaki Grup A, Suriah Ikut Melaju ke Perempat Final Piala Arab Moveon88 – Laga…
Delap Cedera Bahu, Maresca Cemas: Chelsea Kehilangan Opsi No. 9 Jelang Atalanta Usai Imbang 0-0 Kontra Bournemouth Moveon88 –…
Athletic Bilbao Tekuk Atletico Madrid 1-0, Selisih Los Colchoneros dari Barcelona Melebar Moveon88 – Athletic Bilbao meraih kemenangan berharga…
Epilog Sang Rival Abadi: Mungkinkah Messi vs Ronaldo Terjadi Sebelum Final Piala Dunia 2026? Moveon88 — Piala Dunia FIFA…