Moveon88 – Suasana di Anfield berubah muram setelah Liverpool dipermalukan PSV Eindhoven dengan skor 4-1 pada laga Liga Champions, Rabu malam. Hasil ini memperdalam krisis performa The Reds dan mengerek tekanan pada Arne Slot ke titik paling genting sejak ia mengambil alih kursi manajer. Kekalahan tersebut menandai hasil negatif kesembilan dari 12 pertandingan terakhir di semua kompetisi, rentetan terburuk Liverpool sejak musim 1953–54—ketika Winston Churchill masih menjabat Perdana Menteri Inggris—sebuah catatan yang membunyikan alarm di seluruh penjuru klub.
“Emosinya sangat negatif dan mengecewakan,” kata Slot selepas laga. “Saya juga berharap dan mengantisipasi penampilan yang lebih baik, karena penampilan kami jauh dari biasanya, meskipun kami kalah, penampilan kami sudah lebih baik.” Pernyataan itu merangkum kekecewaan yang meluas: Liverpool tak hanya kalah, tetapi terlihat rapuh dan mudah runtuh saat lawan menaikkan intensitas. Dalam tiga pertandingan terakhir di semua ajang, margin kekalahan mereka selalu tiga gol. Benteng Anfield yang dahulu ditakuti kian kehilangan aura; hasil-hasil pahit di kandang kini terasa lebih sering ketimbang sepanjang musim lalu, menambah perih bagi para pendukung yang pulang dengan kepala tertunduk.
Di lapangan, masalahnya berlapis. Struktur pertahanan kerap tercerai-berai, garis tinggi mudah ditembus, dan transisi negatif telat merespons pergerakan cepat lawan. Pressing yang menjadi identitas Liverpool tidak konsisten; blok pertama kadang berhasil memaksa lawan bermain ke samping, namun celah di lini kedua dan ketiga membuat serangan balik PSV meluncur tanpa banyak hambatan. Ketika peluang tercipta, penyelesaian akhir tak cukup klinis untuk mengubah arah pertandingan. “Bahkan ketika kami tidak bermain bagus, (kami) mampu mencetak dua gol dan menciptakan lebih banyak peluang,” ucap Slot. “Tapi Anda bahkan tidak bisa bersaing … karena kami kebobolan terlalu banyak gol.”
Kronologi keterpurukan ini terasa ironis mengingat investasi besar klub pada bursa transfer musim panas. Menurut catatan, Liverpool menggelontorkan 446 juta pound—angka yang belum pernah terjadi sebelumnya—untuk mempertebal kedalaman skuad, termasuk mendatangkan Alexander Isak sebagai rekrutan pemecah rekor transfer Inggris dan sejumlah pemain lain yang diharapkan segera mengangkat level permainan. Namun, dampaknya belum terlihat. Isak, yang baru dimasukkan di menit-menit akhir melawan PSV, sejauh ini jarang mendapat menit bermain yang berkelanjutan sejak bergabung dari Newcastle United, sehingga ritmenya belum terbangun. Di saat bersamaan, Mohamed Salah—pencetak gol terbanyak Liga Primer musim lalu—belum menemukan ketajaman terbaiknya, memperlihatkan lini depan yang kehilangan percikan dan lini belakang yang mudah goyah
Nada serupa terdengar dari ruang ganti. “Ini sulit karena saya bermain untuk tim yang saya dukung,” ujar Curtis Jones kepada RTE Sports. “Saya seorang penggemar, dan saya telah menyaksikan klub ini sepanjang hidup saya. Sudah lama sekali, saya belum pernah melihat tim Liverpool melewati periode seperti ini dengan hasil seperti ini. Tetapi pada akhirnya, kami masih memiliki lencana itu di dada kami. Dan sampai lencana itu hilang, kami akan selalu berjuang. Kami akan mencoba dan mengembalikan tim ini ke tempat yang seharusnya, menunjukkan kepada semua orang lagi tentang klub ini dan mengapa orang-orang menyebutnya tim terbaik di dunia.”
Tekanan pada Slot kini tidak hanya datang dari papan skor, tetapi juga dari pertanyaan taktis yang menuntut jawaban cepat. Keseimbangan lini tengah belum ajek; saat membangun serangan, jarak antarlini sering terlalu renggang, memutus koneksi dan memaksa progresi bola yang riskan. Saat bertahan, koordinasi untuk menjaga kedalaman dan ruang antarpemain kerap terlambat, sehingga lawan mudah menemukan celah di half-space. Perputaran pemain pun menjadi dilema: rotasi dibutuhkan untuk menjaga kebugaran di kalender yang padat, tetapi terlalu banyak perubahan menggerus kontinuitas dan automatisme yang dibutuhkan demi pressing terstruktur.
Di kompetisi Eropa, kekalahan telak ini membuat posisi Liverpool kian rawan. Selain memukul kepercayaan diri, selisih gol yang menukik dapat menjadi penentu nasib di fase grup yang ketat. Setiap pertandingan berikutnya berubah menjadi ujian psikologis dan teknis: menutup keran kebobolan, mengembalikan agresivitas terukur dalam pressing, serta menemukan kembali ketenangan saat menyelesaikan peluang. Tanpa perbaikan yang cepat dan nyata, jalan menuju fase gugur akan semakin menanjak.
Dalam jangka pendek, The Reds membutuhkan reset yang pragmatis. Memadatkan blok pertahanan, memperbaiki struktur saat kehilangan bola, dan menyederhanakan skema build-up untuk meminimalkan kesalahan sendiri bisa menjadi pijakan awal. Kemenangan “jelek” sekalipun—asal diperoleh lewat disiplin bertahan dan efisiensi menyerang—dapat menjadi pemantik yang mengubah momentum. Di saat bersamaan, kepercayaan diri para pemain kunci harus dipulihkan, sementara kedalaman skuad yang mahal harus diterjemahkan menjadi kompetisi internal sehat dan solusi nyata di lapangan, bukan sekadar angka di neraca belanja.
Anfield menuntut reaksi dan hasil, bukan sekadar penjelasan. Slot berjanji melakukan evaluasi, tetapi kalender tak memberi kelonggaran. Dengan rentetan negatif terburuk sejak 1953–54 membayangi, setiap 90 menit ke depan terasa seperti persimpangan yang menentukan arah musim ini: bangkit dan menyalakan kembali identitas, atau tenggelam lebih dalam dalam babak yang akan dikenang sebagai periode paling gelap di era modern Liverpool.
Delap Cedera Bahu, Maresca Cemas: Chelsea Kehilangan Opsi No. 9 Jelang Atalanta Usai Imbang 0-0 Kontra Bournemouth Moveon88 –…
Athletic Bilbao Tekuk Atletico Madrid 1-0, Selisih Los Colchoneros dari Barcelona Melebar Moveon88 – Athletic Bilbao meraih kemenangan berharga…
Epilog Sang Rival Abadi: Mungkinkah Messi vs Ronaldo Terjadi Sebelum Final Piala Dunia 2026? Moveon88 — Piala Dunia FIFA…
Oman Gagal Manfaatkan Keunggulan Jumlah, Ditahan 10 Pemain Maroko 0-0 di Piala Arab FIFA 2025 Moveon88 — Oman harus…